Pesta meriah di kabupaten Pekalongan semakin semarak karena kehadiran seorang pesinden tenar bernama Mas Ajeng Gundjing. M.A. Gundjing itu sebenarnya putri seorang mamtancamat. Kenapa ia menjadi pesinden? konom semasa kecil ia pernah sakit parah,sehingga hampir tidak tertolong. Dalam keadaan sulit itu, orang tua untuk bernadar. Kalau anak ini sembuh,kelak ia akan belajar menjadi pesinden.
Gundjing sembuh dan tumbuh menjadi gadis cantik yang pandai menari dan melagukan tembang denganmerdu, sampai tidak ada tandingannya di Pekalongan. OeyTambahsia si matakeranjang segera jatuh hati pada biduan jelita itu.berbagai cara ditempuhnya untuk mendekati dan memikat pesinden itu. Ternyata Tambahsia berhasil. Gundjing menerima uluran tangannya.sebelum pestadi kabupaten resmi usai dan Tambahsia pulang, pesinden itu sudah diboyong ke cirebon lalu dibawa ke Betawi oleh kaki-tangan Tambahsia. Di Betawi Gundjing ditempatkan di pasangrahan Ancol, yang membuat penghuni lama merasa kurang senang.
Baru seminggu di Bintang Mas, Gundjing jatuh sakit. Entah karena Ancol yang kurang sehat atau karena tidak tahan menhadapi sikap para penghuni lama. Melihat Gundjingsakit, buru-buru Tambahsia memindahkannya ke Tangerang, ke tanah Psar Baru milknya. Tambahsia pribadi mengawasi perawatannya sampai pesinden itu sembuh, sehingga praktis Tambahsia lebih banyak berada di Tangerang ketimbang di tempat lain.
Betapapun cintanya Tambahsia kepada Gundjing, ia tetap tidak bisa meninggalkan kebiasaan buruknya untuk berburu gadis, janda maupun istri orang lain. Pemuka masyarakat Cina dan anggota Dewan Cina tidak mampu menertibkannya. Diam-diam mereka memendam dendam dan yakin suatu ketika Oey Tambahsia akan ketemu Batunya. Sementara itu Tambahsia sendiri semakin takabur, sebab merasa tidak ada kekuatan yang mampu mengekangnya.
Mata gelap
Ketika berkunjung ke pekalongan itu, Tambahsia berkenalan dengan anak letnan Cina di kota itu. Pemuda bernama Liem Soe king itu pindah ke Betawi untuk membangun kehidupannya. Agaknya ayahnya tidak meninggalkan warisanbesar, sehingga ia tidak bisa hidup tanpa bekerja. Ia pandai dan rajin, sehingga dipungut mantu oleh Mayor Tan Eng Goan, yaitu dinikahkan dengan salah seorang putrinya dari selir.
Berkat koneksi mertua, ia diangkat menjadi pengelola gabungan pemborong (pachter) madat, yangmerupakan usaha gabungan lima orang Pemuka Cina, termasuk Tan Eng Goan. Pada masa itu pemerintah Hindia Belanda memonopoli semua pembuatan dan perdagangan madat (apium) dan penjualannya kepada konsumen diserahkan kepada para pachter.
Sekalipun pernah berkenalan di Pekalongan, Liem Soe King tidak bergaul dengan Oey Tambahsia, sebab Liem lebih dekat dengan para pemuka Cina yang bermusuhan dengan Tambahsia, di samping kedudukannya sebagai menantu Tan Eng Goan. Pada suatu ketika, Tambahsia mendengar dari kaki-tangannya bahwa seorang perempuan kerabatnya jatuh hati kepada Liem. Pendekatan entardengan cara apa, ternyata tidak ditanggapi oleh Liem. Oey Tambahsia menganggap hal ini sebagai penghinaan dan aib besar bagi keluarganya. Mungkin juga Oey sudah lama tidak suka kepada Liem yang dianggap antek para pemuka Cina dan Oey merasa tidak di pandang, karena Liem tidak datang kepadanya untuk melanjutkan perkenalan mereka di Pekalongan. Boleh jadi juga dendamnya dikobarkan oleh para antek dan penjilat yang selalu mengelilinginya.
Maka Oey Tambahsia bertekad untuk menyingkirkan Liem Soe King.
Ternyata hal itu tidak mudah ia menyingkirkan korban-korbannya yang lain. Liem Soe King selalu di kawal ke mana pun ia pergi. Lagi pula ia sudah mendengar ancaman Tambahsia sehingga selalu waspada. Tambahsia bertambah geram karena anak nuahnya tidak berdaya melenyapkan orang yang dibencinya. Maka timbullah muslihat keji di benaknya.
Rencana keji
Oey Tambahsia menggodok rencananya masak-masak. Ia menyuruh kokinya menbuat kue yang harus diisi dengan roomvla (seperti isi kue sus, rasanya manis).Kue itu disuruhnya hidangkan di atas piring dan ditaruh di kamar Tambahsia.Roomvla-nya tidak diisikan dulu. Lalu Tanbahsia mengambil racun dan dicampurnya dengan roomvla. Ia memerintah seseorang memanggil seorang begundalnya yang bernama Oey Tjoen Kie (Tjeng Kie). Antek yang biasa disuruh mencarikan perempuan itu bergegas ke rumah majikannya. Didapatkan Tambahsia sedang tidur-tiduran sambil menghisap madat. Tambahsia mempersilakan Tjoen Kie iktu mengisap. Tawaran itu diterima dengan senang hati.Setelah bersama-sama meneguk teh panas, Tjoen Kie merasa lapar dan makan kue-kue di piring tanap dipersilakan lagi. Dengan mata setengah terpejam Tambahsia melihat Tjoen Kie melahap dau buah kue.
“Kamu makan kue itu, Kie?”tanya Tambahsia.
“ya, Sia. Maaf, habis saya lapar…”jawab Tjoen kie takut kena marah.
“wah,celaka!”seru Tambahsia pura-pura terkejut.”Kamu bakal mati, sebab kue iu beracun!”
Tjoen Kie lega karena tidak dimarahi. ia tenang-tenang saja sebab mengira majikannya bergurau.
“Jangan main-main ah, Sia.”katanya
“Betul!”kata Tambahsia sambil bangkit.”Sungguh kamu bakal mati. tapi jangan khawatir. aku akan mengurus segalanya dan akan menjamin hidup keluargamu kalau kamu mau menuruti kehendakku.”
Tjoen Kie masih mengira majikannya bercanda. Mustahil Tambahsia sekeji itu?Namun kemudian ia merasa perutnya sakit. Ia terus menerus mereguk teh dengan harapan sakitnya berkurang, tetapi ternyata bertambah. Ketika sakitnya sudah tidak tertahankan lagi ia berteriak-teriak dan melupakan hubungannya denganmajikannya.Ia memaki-maki Tambahsia sebagai orang kejam dan jahat. Ia menanyakan apa alasannya sampai ia disingkirkan dengan cara sekejam itu.
OeyTambahsia menghiburnya seraya berkata, mati pun Tjoen Kie tidak sia-sia,sebab ada tujuannya, Lalu ia menbujuk begundalnya itu agar mau memberikan keterangan tertulis bahwa yang memberi racun itu … Liem Soe King.
keadaan Tjoen Kie makin lama makin parah sampai akhinya rupanya ia tidak berdaya lagi melawan kehendak majikannya. Atau mungkinkan iamanusia berjiwa budak yang tidak bisa berpikir lain, sehingga setuju saja dibuatkan keterangan tertulis di muka notaris yang dipanggil oleh Tambahsia dan disaksikan oleh polisi dan pejabat lain?Menurut pengakuan yang didiktekan oleh Tambah itu, Tjoen Kie disurh menagih utang kepada Liem, tetapi tidak dibayar. Sebaliknya ia persilakan duduk dan diberi minuman. Ketika perutnya mulai sakit, ia melapor kepada Tambahsia.
Tidak lama setelah menandatangani pernyataan itu Tjoen Kie meninggal. Mayatnya dibawa ke Stadsverband (rumah sakit) di Glodok untuk diperiksa. Sementara itu Tambahsia mengirimkan peti jenazah dan pelengkapan lain ke rumah keluarga mendiang di jembatan Lima. Polisi membuat prose verbal lalu mencari Liem Soe King yang dituduh membunuh Oey Tjoen Kie.
Dirumah Liem Soe King, polisi mendapat keterangan bahwa Liem sudah empat hari tidak pulang. Diduga ia sedang sibuk main judi di rumah perkumpulannya.
Tamu dari Pekalongan
Sementara itu di tempat lain berlangsung sebuah lakon lain. Seorang laki-laki muda berpakaian seperti priyayi Jawa, suatu hari berkunjung ke rumah Oey Tambahsia. Ia mengaku bernama Mas Sutedjo, datang dari Pekalongan untuk mencari adiknya, M.Am Gundjing. Seingat Tambahsia, Gundjing tidak pernah menyebut-nyebut mempunyai kakau laki-laki. Meskipun agak kurang senang dan bercuriga terhadap lelaki tampan itu, ia menyuruh tamunya itu diantarkan ke kampung Pasar Baru di Tangerang.
Mas Sutedjo disambut hangat oleh M.A.Gundjing, sebagia layaknya saudara yang lama tidak bertemu dan datang dari jauh. Masa itu perjalanan Pekalongan – Jakarta harus ditempuh selama beberapa hari dengan kereta pos yang diterik kuda. Karena itu wajar saja kalau Gundjing menawari kakaknya tinggal lebih lama di Tangerang, sebelum kembali ke Pekalongan. Mas Sutedjo tampaknya cukup betah tinggal di rumah besar yang di keliling oleh kebun yang luas, dengan staf pelayan yang siap melayani segala keperluannya. Ia tinggal lebih lama dari rencana semula karena mingkin belum cukup melepaskan rindunya kepada adiknya tercinta.
Selain menyanyi dan menari, Gundjing juga pandai membatik, yang dilakukannya pada waktu laungnya. Sutedjo dihadiahnya sehelai kain batik halusnya sebagai kenang-kenangan. Pakaian itu langsung dikenakan oleh Sutedjo.
Sementara itu, mat-mata di kalangan staf pelayan di kampung Pasar Baru melaporkan hal-hal yang bukan didasarkan pada fakta, tetapi semata-mata pada prasangka. Kecurigaan Tambahsia semakin memperkuat rasa cemburunya. Apalagi melihat hubungan akrab pria ganteng dengan perempuan cantik yang umurnya tidak berjauhan itu.
Mas sutedjo
Terbakar oleh api cemburu buta, Tambahsia menyuruh tukang pukulnya, Piun dan Sura, untuk menyingkirkan lelaki tampan dari Pekalongan itu. Kedua jawara bayaran yang sudah berpengalaman itu melaksanakan perintah dengan cepat dan rapi. Malam itu juga Mas Sutedjo tidak pulang ke wisma Pasar Baru dan tidak seorang pun memberitahukan kepada adiknya ke mana perginya laki-laki malang itu. Ia menjadi korban kesekian dari Tambahsia yang kejam.
Cuma saja si Piun membuat kesalahan besar. Melihat kain batik tulis yang dikenakan korbannya, terbit sifat tamaknya. Ia mengambilnya, padahal Sura mengingatkan agar kain itu dibuang saja.
Sementara itu Liem Soe King berhasil ditemukan di salah sebuah rumah judi di Meester Cornelis (jatinegara) oleh orang-orang suruhan mertuanya. Liem sangat terkejut oleh tuduhan yang ditimpakan kepadanya Ia segera menghadap mertua, memberitahukan bahwa ia tahu-menahu perkara pembunuhan itu. setelah itu ia langsung melapor ke polisi.
Karena menurut bukti-bukti tertulis Liem terlibat peracunan, polisi terpaksa menahannya, sementera mereka mengumpulkan bukti-bukti dan saksi-saksi lain untuk menyusun berkas perkara. Mayor Tan Eng Goan tentu saja tidak tinggal diam. ia berusaha menyelamatkan menantunya. ia mendapat keterangan bahwa Liem tidak berada di tempat kejadian saat peristiwa peracunan itu. Liem memiliki alibi kuat yang didukung empat saksi. Ternyata kegemarannya berjudi menyelamatkannya dari perangkap Oey Tambahsia.
Empat orang kawan mainnya di rumah judi, salah seorang diantaranya jaksa dari bekasi, membuat pernyataan di bawah sumpah . karena itu , polisi yang tidak yakin dengan kesalahan Liem, mengeluarkannya dari tahanan.
Rahasia kue beracun
Dirumahnya, secara kebetulan Liem mendengar salah seorang pembantu rumah tangganya, Jiran, bercerita, Kata Jiran, Kakak perempuannya bekerja sebagai juru masak di rumah Oey Tambahsia. memergoki majikannya sedang memasukkan bubuk ke dalam kue yang disimpan di kamar tidur. Liem sangat tertarik pada cerita itu dan menyuruh Jiran agar memanggil kakaknya.
Dari juru Masak itu, Liem mendengar Tambahsia menyuruh membuat kue yang memakai roomvla, tetapi roomvla itu tidak langsung dimasukkan ke kue. Sang juru masakan melihat majikannya di dalam kamar tidur.
Liem bergegas melaporkan keterangan ini kepada Asisten Residen Keuchenius yan bertugas menangani perkara-perkara kepolisian. Keuchenius tentu saja tidak mau menelan begitu saja keterangan ini, tetapi meninta bukti. Liem menyarankan agar rumah Oey Tambahsia digeledah. Siapa tahu roomvla beracun masih bisa ditemukan.
penggerebekan dilakukan keesokan hairnya saat masih pagi sekali. Pasukaan polisi dipimpin oleh asisten residen sendiri. Ternyata Oey tambahsia sedang tidak berada di rumah, tetapi sisa kue masih ada, juga semangkuk roomvla di kolong ranjang. mungkin Tambahsia begitu yajin tidak akan pernah dituduh melakukan peracunan, sehingga lalai menyingkirkan barang bukti ini. Menurut pemeriksaan polisi, racun dalam roomvla itu sama dengan yang ditemukan dalam jenazah eoy Tjoen kie.
Di arena adu jago
Liem terus berusah mengumpulkan bukti kejahatan Tambahsia. dengan bergegas ia pergi ke Tangerang. Di sana ia berhasil membujuk M.A. Gundjing untuk bersedia menjadi saksi dalam perkara hilangnya kakak kandungnya. Di depan Asisten residen, Gundjing mengungkapkan kecurigaannya terhadap Piun yang secara sembrono mengenakan kain batik tulis milik kakaknya yang hilang.
Polisi menginterogasi Piun dan jawara itu terpaksa mengaku bahwa atas perintah majikannya, bersama Sura ia membunuh Mas Sutedjo dan menguburkan jenazah korbannya di kebun tebu, dalam lingkungan tanah milik Oey Tambahsia.
Polisi mencari Oey Tambahsia yang tidak ada di rumahnya. Di Bintang Mas, Ancol, pria kaya itu pun tidak kelihatan bayangannya. Ternyata sejak pagi ia sudah berangkat ke Pasar Asem(daerah pecenongan?). Polisi menemukannya di arena penyabungan ayam. Para petaruh gempar, karena mengira polisi menggrebek tempat taruhan gelap itu.
Petugas menghampiri Oey Tambahsia. Ia sangat terperanjat, tetapi yaki uangnya akan menyelamatkannya. ia menyadari bahwa ia dikenakan tuduhkan berat, bukan sekadar bersengketa dengan Tan Eng Goan.
Tongkat bertombol emas
Tempat tahanan Oey Tambahsia dijaga ketat, langsung di bawah pengawasan schout(sekaut,kepala polisi). Oey mencoba menyuap seorang polisi agar menyampai pesan kepada adik kandungnya. Opas itu disuruhnya membawa tongkatnya yang tombol emas kepada adiknya di rumah, tetapi ditangkap ketika akan memasuki rumah Oey Makau di Patekoan.
Polisi memeriksa tongkat itu. Ternyata didalam tombolnya terdapat kertas yang memuat pesan agar Makaumenyuruh Piun dan Sura kabur secepatnya. Kesaksian mereka bisa memberatkan perkaranya. Surat itu kelak malah menjadi buktiyang memberatkan di sidang pengadilan.
Di sidang pengadilan, Tambahsia terus menyangkal semua tudahan, walaupun tuduhan jaksa di dukung oleh saksi-saksi dan bukti-bukti yang meyakinkan. keluarga Oey meminta jasa seorang pengacara terkenal masa itu, yaitu Mr.B. Bakker yang mendapat honor tinggi di samping hadiah seratus gulden kalau ia berhasil menyelamatkan Oey Tambahsia.
Betapa pandainya pun Mr. bakker, ia tidak bisa membantah bukti yang diajukan penuntut umum. akhirnya, hakim ketua mejatuhkan hukum mati di tiang gantungan kepada Oey Tambahsia. Mr. Bakker mengajukan naik banding. Mahkamah Agung meneliti lagi perkara itu dan membenarkan serta memperkuat keputusan pengadilan sebelumnya. Harapan satu-satunya hanyalah meminta grasi kepada gubernur jenderal. setelah lama menunggu. tibalah surat ketetapan yang menyatakan pejabat tinggi itu menolak permohonan pengampunan Oey Tambah.
pada hari yang ditentukan untuk pelaksanaan hukuman matinya,Oey Tambahsia menaiki mimbar tempat tiang gantungan dengan sikap tenang. Dandanannya rapi. Ia mengenakan baju Cina dan celana putih. Wajah berseri. bersamanya digantung pula Puin dan Sura.
Maka berakhirlah riwayat Oey Tambah yang menggemparkan seluruh lapisan masyarakat Betawi dan menjadi buah bibirsampai lama. Kasihnya ditulis menjadi buku atau syair. Waktu menemui ajal di taing gantungan itu tambah baru berumur 31 tahun.